Jumat, 23 Oktober 2009

Anak-anak Dengan Uang Banyak


(Catatan Pendampingan Anak-anak di Rutan Kebonwaru, 22 Oktober 2009)
Hari ini, saya dan teman-teman dari Kalyanamandira, kembali mendampingi anak-anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) di Rumah Tahanan Kelas 1 Kebonwaru Bandung. Namun, tak banyak anak-anak yang mengikuti kegiatan kami. Kabarnya, ada beberapa anak yang telah bebas, ada juga yang mengikuti pengajian di mesjid yang berada di kompleks rutan dan sisanya harus piket.
Hari ini, tak banyak kegiatan yang kami lakukan. Setelah kami membuka kegiatan dengan sebuah simulasi, anak-anak mulai berkumpul dengan kelompok minatnya masing-masing. Sayang, hanya ada dua kelompok yang berkumpul, yaitu, Kelompok Musik dan Kelompok Kriya. Satu kelompok lainnya, Kelompok Drama/Sastra, tampak kurang mendapat respon dari anak.
Setiap kelompok mendiskusikan rencana program dengan menggunakan media kotak-kotak Ular Tangga. Kotak-kotak pada dua baris pertama berisi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dengan catatan evaluasinya. Sedangkan, pada kotak-kotak di dua baris sisanya berisi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan beberapa targetannya.
Seperti yang tertera pada judul tulisan ini, saya akan bercerita tentang anak-anak dengan uang banyak. Anak-anak dengan uang banyak dalam tulisan ini tidak dimaksudkan anak-anak yang berkonflik dengan hukum yang berasal dari keluarga kaya hingga sebagian dari mereka dapat melakukan jual-beli perkara dengan oknum-oknum aparat. Tidak juga diartikan dengan anak-anak yang harus menghabiskan uang cukup banyak untuk ‘bermain’ dengan oknum jaksa atau untuk meminta pembebasan bersyarat sebelum masa tahanannya habis. Sebenarnya dua kelompok anak seperti di atas banyak kami temukan dari beberapa penuturan. Namun, kami sangat terbatas untuk melakukan proses klarifikasi kebenaran kabar tersebut. Anak-anak dengan uang banyak yang akan saya ceritakan di sini adalah anak-anak yang telah bekerja sebelum mereka masuk tahanan dan berpenghasilan cukup besar, setidaknya untuk ukuran anak-anak.
Dalam beberapa tulisan terdahulu, saya banyak bercerita tentang anak-anak yang mesti bekerja, tetapi mereka hanya dibayar seadanya. Tak jarang anak harus bekerja dengan beban kerja layaknya orang dewasa, misalnya, anak-anak yang bekerja sebagai kuli Bata Merah yang harus mengangkut berkuintal-kuintal tanah liat hanya untuk mendapat bayaran Rp. 7500,-. Ada juga anak yang harus bekerja sebagai kuli bangunan atau kuli angkut di pasar.
Kali ini saya menemui M (17 tahun). M tinggal di daerah Kiaracondong, Bandung. Ia harus meringkuk di tahanan karena kasus penabrakan/perusakan motor salah seorang temannya. Sebelum masuk tahanan, M bekerja sebagai supir ‘taksi gelap’ yang mengangkut penumpang antara Cicaheum-Alun-alun, tentu saja dengan hanya menggunakan SIM ‘tembak’ karena ia belum cukup umur. Percaya atau tidak, penghasilannya dalam sehari dapat mencapai Rp. 300.000,-. Sayang, - menurut pengakuannya – penghasilannya itu seringkali habis untuk mabuk dan berjudi bersama teman-temannya. Meski demikian, M sempat membeli rumah dan beberapa petak sawah di kampungnya. Kabar baik bagi M dari majikannya, selepas keluar dari tahanan akhir November ini, ia akan segera dinikahkan dengan seorang gadis dari Sukabumi.
Selanjutnya, saya berbincang-bincang dengan T (17 tahun). T ditahan karena kasus percobaan pencurian motor bibinya sendiri. T mengaku melakukan hal itu karena ia sangat kesal dengan bibinya tersebut. Sehari-hari sebelum ditahan, T bekerja sebagai penyanyi di sebuah grup “Pong-Dut” (jaipong-dangdut). T telah cukup lama ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Ia beruntung mendapatkan warisan grup dangdut dengan segala peralatannya dari ibunya yang semasa hidup adalah seorang penyanyi juga. Tak hanya itu, T pun memiliki penyewaan alat-alat untuk kenduri, seperti, alat masak, sound system, panggung, tenda dan perlengkapan lainnya. Setiap kali pentas, grupnya paling sedikit mendapat bayaran Rp. 6.000.000,-. Sedangkan bayaran bagi dirinya sendiri minimal Rp. 1.500.000,-. Belum lagi ia mendapat uang dari penyewaan beberapa peralatan pesta.
Dari cerita dua anak ini, ternyata ada banyak anak yang dapat bekerja secara profesional dan mendapat bayaran besar. Namun, dari penuturan kedua anak ini, saya menilai meski mereka mendapat bayaran cukup besar kondisi mereka sangat rentan dari tekanan dan pengaruh-pengaruh negarif. Sehingga diperlukan adanya bimbingan dan perlindungan yang layak bagi anak-anak ini. Kegiatan hari ini pun berakhir dengan menyisakan beberapa cerita yang mengesankan sekaligus miris.

izoel.221009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar di sini.
No SPAM ya.