Senin, 21 Desember 2009

PENANGANAN KASUS KRIMINAL ANAK


Sebuah data yang dilansir oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan , bahwa pelaku kriminal dari kalangan remaja dan anak-anak meningkat pesat. Berdasarkan data yang ada, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2009, meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya. Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun. Data ini menyebutkan, mulai Januari hingga Oktober jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150, sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Adapun jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
Meski demikian, walau ada peningkatan kasus kriminal oleh anak dan remaja, kasus kekerasan terhadap anak dan remaja cenderung menurun. Pada 2008, kasus seksual yang menimpa anak-anak tercatat 6.999 kasus. Pada Januari-Oktober 2009 hanya 488 kasus. Sementara kasus kekerasan fisik terhadap anak pada 2008 tercatat 4.818, pada 2009 ini turun menjadi 394 kasus.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan remaja pada 2008 mengakibatkan 208 anak mengalami cedera ringan cedera berat 493 orang, dan meninggal 101 orang. Pada 2009, yang cedera ringan 123 orang, cedera berat 52 orang, dan meninggal 210 orang.
Peningkatan kasus kriminal yang dilakukan anak dan remaja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, kurangnya kasih sayang dan perhatian dari keluarga serta kurangnya pembinaan dari orangtua. Selain itu, masalah kemiskinan dan pergaulan juga menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak kriminal anak.
Meski peningkatan kasus kriminal anak sangat tinggi, hingga kini pemerintah belum memiliki rumah pembinaan khusus bagi anak-anak yang bermasalah. Sejauh ini, pemerintah hanya memasukkan anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) ke dalam sel-sel Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LP). Padahal, Rutan bahkan LP Anak sekalipun tidak mampu memenuhi hak-hak anak, khususnya hak kebebasan dan hak tumbuh-kembang anak. Hal ini pun masih harus ditambah dengan sebagian besar anak-anak yang ditahan harus berbaur dengan para tahanan dewasa.
Semestinya penanganan hukum terhadap anak harus tetap memperhatikan beberapa hal, seperti aspek psikologis, mengedepankan sosialisasi hukum, pendampingan psikologis, pemisahan tempat penahanan hingga pendampingan pengacara. Beberapa hal tadi harus dilakukan karena penanganan tanpa diimbangi program terpadu terkait pendidikan, kesehatan, bimbingan psikologis, dan keterlibatan komunitas akan mendorong kecenderungan anak untuk mengulangi perbuatan yang melanggar hukum.     
Untuk menjalankan beberapa langkah di atas, pemerintah perlu melakukan koordinasi lintas dinas khususnya dinas pendidikan, dinas sosial, dan dinas kesehatan yang bekerja sama dengan aparat kepolisian. Di samping itu, harus juga melibatkan seluruh stakeholder terkait dan masyarakat.
Namun, segala hal yang kita lakukan akan percuma bila kita tidak secara terbuka untuk memahami anak dan hak-hak mereka. Maka, pemahaman yang terbuka didasari kasih sayang terhadap anak-anak kita dan hak-hak mereka akan memunculkan sikap, perlakuan dan kebijakan yang lebih komperehensif terhadap anak, termasuk di dalamnya anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Kita pun harus menghindari labelisasi ‘anak nakal’ atau ‘anak jahat’, meskipun mereka telah melakukan suatu kesalahan. Hal ini dapat mendorong nilai-nilai positif pada diri anak, bukan sebaliknya. Wallahu a’lam....

Izoel.2212009