Senin, 25 Mei 2009

BERKACA DARI KEBONWARU


Kamis 21 Mei 2009 ini, kami tidak melakukan pendampingan di Rumah Tahanan Kelas 1 Kebonwaru, Bandung, di samping karena hari libur nasional, kami pun perlu melakukan evaluasi triwulan Februari – April 2009. Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan di sekretariat Kalyanamandira dan diikuti oleh saya, Kang Dan Satriana, Zamzam, Ira, Yosti, Bram, Dhika dan Asti.
Banyak hal yang kami evaluasi, terutama tentang pola pendampingan dalam kelompok minat. Ada keinginan kelompok minat ini bisa dikembangkan untuk mematangkan potensi atau bakat anak, sehingga dapat mereka manfaatkan setelah mereka bebas nanti. Untuk mendukung keinginan tadi, perlu dibangun jaringan dan kerjasama dengan institusi lain yang concern pada pengembangan keterampilan-keterampilan tertentu.
Namun, sepertinya keinginan dan cita-cita kami tadi akan mendapat halangan yang cukup besar. Halangan ini banyak muncul dari prosedur dan birokrasi pihak Rutan. Selain itu, kami pun masih harus dihadapkan dengan suatu pandangan bahwa anak-anak yang menjadi tahanan harus menurut dan patuh layaknya tahanan-tahanan dewasa. Kepatuhan ini seringkali diwujudkan dengan beberapa larangan dan batasan, seperti, anak-anak tidak diperbolehkan untuk berisik, terlalu banyak bergerak dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan keluhan pihak rutan terhadap aktivitas anak-anak Musik yang menurut mereka dianggap berisik dan mengganggu.
Kegiatan evaluasi ini pun kami gunakan untuk kembali membuka dan membaca lembaran-lembaran Ular-Tangga yang merupakan sarana evaluasi kegiatan bersama anak-anak pada pendampingan seminggu yang lalu. Ular-Tangga yang terdiri dari lima baris dan lima kolom ini menceritakan pandangan dan perasaan anak-anak ketika awal masuk Rutan, awal, selama dan setelah mengikuti kegiatan pendampingan. Melalui media Ular-Tangga ini anak-anak menilai bahwa kegiatan pendampingan yang kami lakukan sangat bermanfaat bagi mereka. Di samping menjadi wahana belajar, pendampingan ini pun menjadi wahana untuk mereka berekspresi, mengembangkan bakat dan membangun kebersamaan di antara mereka. Kegiatan pendampingan pun dapat menjadi wahana hiburan dan tempat mereka berbagi cerita.
Meskipun proses pendampingan ini selalu dihadapkan dengan segala keterbatasan, tetapi hal ini tidak membendung luapan kreativitas anak yang terus-menerus muncul di setiap kegiatan pendampingan. Salah satu buktinya adalah apa yang diceritakan oleh Dhika dan Bram. Ketika anak-anak diminta untuk membuat satu puisi atau lirik lagu, ternyata mereka membuat dua puisi bahkan lebih. Belum lagi energi kreasi anak-anak Kriya yang tak pernah habis, dan semangat anak-anak Drama yang tak pernah padam. Melihat kenyataan seperti ini, kami semakin terpacu untuk terus-menerus menyalakan energi kreativitas anak-anak ini.
Sebenarnya tak banyak yang kami lakukan untuk terus menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas anak. Namun, kami senantiasa berusaha memberi ruang yang terbuka bagi setiap anak untuk berekspresi dan berkreasi. Memang sulit memberi ruang kebebasan bagi anak-anak yang hampir setiap waktunya berada di dalam sel. Tapi, kenyataannya keterkungkungan secara fisik tidak memasung daya kreativitas anak. Anak-anak ini tidak pernah menuntut banyak hal dan kami tidak memberikan segala hal yang berlebihan. Ruang ekspresi dan kreasi yang sangat terbuka disertai apresiasi dan penghargaan terhadap segala usaha anak telah memicu luapan kreativitas anak. Agaknya, proses pendidikan yang terdapat di luar tahanan, sedikit-banyak harus berkaca dari kenyataan ini. Anak bukanlah benda mati yang bisa kita bentuk sesuai keinginan kita. Anak adalah makhluk hidup yang telah mempunyai potensinya masing-masing, sehingga cukup bagi kita memberi ruang dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk terus mengembangkan potensi tersebut. Wallahu a’lam…