Jumat, 12 Desember 2008

KETIKA SEGALANYA TERJADI DI LUAR PERKIRAAN (2)

(Catatan Pendampingan Anak Rutan Kebonwaru, 11 Desember 2008)

Meski menyisakan banyak keganjilan dalam pendampingan seminggu yang lalu, ditambah ketiadaan rapat rutin yang biasa kami lakukan setiap hari Selasa, aku tetap melakukan pendampingan bersama teman-teman lain. Ku pikir, ada banyak hal yang bisa aku pelajari dalam pendampingan walaupun prosesnya terjadi sangat tidak sistematis. Aku dipusingkan dengan diskusi SAP, indikator, pelaporan dan segala hal yang sebenarnya hanya pelengkap dalam sebuah pendampingan atau fasilitasi. Aku memang orang yang emoh dengan segala formalitas dan prosedur, tapi bukan berarti aku tidak bisa memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain.

Dengan mata yang ku rasa sangat pedih sejak beberapa hari yang lalu, aku menyapa Ira, Wilda, Rerra, Anita, Yulia dan Ilah yang lebih dulu sampai di halaman Rutan Kebonwaru. Tadinya, aku berencana untuk tidak datang karena mataku sakit. Tapi ketika Tya mengabarkan bahwa ia dan Tasya tidak bisa datang ke Rutan, maka aku tergerak untuk pergi. Hari ini, Mayenne pun tidak bisa datang karena sakit dan Zamzam yang mengikuti praktikum.

Sebenarnya, aku merasa agak kurang siap mendampingi, bukan hanya karena sakit mata tapi karena SAP yang biasa aku siapkan belum ku susun. Namun, sapaan, canda dan senyum teman-teman dapat meredakan sakit dan ketidak siapanku. Makasih ya...

Dheka, Oka dan Togar melengkapi tim kami. Kami mulai berkerumun di depan gerbang Rutan dan mulai melewati prosedur pemeriksaan satu-persatu. Sayang, kamera Wilda yang biasa kami gunakan untuk dokumentasi kegiatan tidak boleh dibawa ke dalam.

Wilda mulai membuka acara. Yulia dan Rerra memberi game `Topi Saya Bundar`. Dan seluruh kegiatan pendampingan hari ini dimulai....

Aku dan Ira menemani anak-anak Kriya mewarnai patung-patung tanah liat hasil karya mereka seminggu yang lalu. Yulia dan Oka bereksperimen memainkan musik dengan peralatan seperti botol, kaleng, galon, sendok dan pensil bersama anak-anak Musik. Dheka dan Wilda merangkai sebuah cerita bersama anak-anak Sastra. Ilah dan Rerra masih tetap menjadi sweeper. Anita masih tetap sendirian di minilab dengan 2 orang anak baru.

Anak-anak Kriya cukup antusias mewarnai hasil karya tanah liat mereka, sampai-sampai bercak-bercak cat tercecer di mana-mana. Huh katempuhan euy, aku mesti sedikit bersih-bersih. Anak-anak Musik berisik dengan eksperimen musik mereka. Anak-anak Sastra lebih hangat dengan rangkaian cerita yang mereka susun bersama. Indah ya, meski ku sadar ada banyak hal yang di luar perkiraan dan sulit dilaporkan secara sistematis.

Ilah menyampaikan keresahannya tentang nasib seorang anak bernama Topan (bukan nama sebenarnya). Topan telah beberapa minggu mengeluh karena mesti berada satu sel bersama tahanan-tahanan dewasa. Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu Topan pernah bercerita hal yang sama kepadaku. Sayang, aku mesti berbagi konsentrasi dengan kegiatan dan anak-anak lain. Maaf Pan....

Hari ini pun kami kebanjiran titipan pesan dari anak-anak kepada orang tua dan saudara mereka. Untung, Anita pegang seluler dengan provider yang harga smsnya dihitung perkarakter. Makasih Ta....

Masih banyak PR pendampingan yang harus segera dibenahi. Tapi, jangan pernah mengalah. Anak-anak itu masih sangat butuh kita dampingi. Wallahu a`lam.....

KETIKA SEGALANYA TERJADI DI LUAR PERKIRAAN (1)

(Catatan Pendampingan Anak Rutan Kebonwaru, 4 Desember 2008)

Pagi itu, aku bangun dengan cukup lega, karena segala hal yang dibutuhkan untuk pendampingan hari itu kupikir telah telah disiapkan. Aku pun lebih bersemangat untuk mandi pagi. Tapi aku tak cepat-cepat berangkat, menunggu Oka bangun dan yulia datang menumpang mengeprint di basecamp Kalyanamandira.

Jam 8, Yulia tiba dan mengeprint lembar presensi dan SAP. Oka baru saja masuk kamar mandi dan mempersilahkan aku dan yulia berangkat lebih dulu. Aku dan yulia berangkat dan mampir sebentar di rumah Ben untuk mengambil uang transport bagi para pendamping.

Sesampainya di halaman Rutan Kebonwaru, kami bertemu Mayene, Rerra dan Wilda. Aku permisi sebentar untuk mengambil tanah liat yang telah aku beli sehari sebelumnya di Balai Keramik yang berada di belakang Rutan Kebonwaru. Dibonceng Ilah yang berpapasan di jalan, aku mengambil tanah liat untuk kegiatan anak di kelompok Kriya sebanyak 20 kg. Lega rasanya, kala segala persiapan dirasa telah terlaksana. Aku semakin lega, ketika Anita, Ira, Tya, Tasya, Firman, Oka dan Togar telah berkumpul bersama kami. Sayang, hari itu Dheka tidak bisa datang karena sakit, dan Zamzam yang mengikuti praktikum di kampusnya. Hampir jam 10, kami mulai memasuki gerbang Rutan Kebonwaru dengan segala prosedur pengamanan dan pemeriksaan.

Aku mulai menangkap gelagat kurang mengenakkan. Ternyata, kelegaanku hanyalah sementara. Dalam pendampingan banyak hal terjadi di luar perkiraan. Meski `rundown` kegiatan pendampingan telah kami susun, tetap saja banyak hal yang harus kami benahi. Terlebih SAP yang selalu saja menyisakan PR besar bagi kami. Ketidak jelasan indikator seringkali menjadi sebab sulitnya kami mengukur hasil kerja pendampingan. Tata administrasi dan inventarisir data anak selalu terseret-seret di antara hiruk-pikuk pendampingan dan aktivitas kami yang lain. Selepas pelatihan Appreciative Inquiry yang ku pikir masih agak prematur, belum banyak mengubah tata kerja aku dan teman-teman pendamping yang lain.

Setelah Yulia, Anita dan Wilda membuka acara dengan sebuah game, anak-anak mulai memasuki kelompoknya masing-masing. Aku, Ira, Tya dan Tasya mendampingi kelompok Kriya yang hari itu berencana membuat patung tanah liat. Oka dan Yulia mendampingi kelompok Musik. Wilda ditemani Mayene di kelompok Sastra. Anita dan Rerra di minilab. Ilah, hari itu, masih tetap menjadi sweeper.

Meski keriuhan terjadi di sepanjang kegiatan pendampingan hari itu, aku merasakan banyak keganjilan di mana-mana. Mulai dari alur yang agak amburadul sampai perilaku beberapa pendamping yang kurang menjalankan perannya sebagai pendamping. Kata-kata tadi mungkin lebih halus daripada aku berkata `konyol`. Aku sadar, aku pun belum bisa secara penuh menjalankan peran fasilitator atau pendamping anak, tapi aku selalu sadar aku sedang berada di mana.

Aku tak bisa bercerita banyak sekarang, di samping sepulang dari pendampingan anak hari itu tidak ada evaluasi, aku merasa tak banyak cerita yang bisa aku banggakan.