Senin, 29 Juni 2009

Amazing


“Cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati
Terkembang dalam kata…”

Sepenggal kata-kata tersebut saya terima dari seorang Holid. Kertas putih kosong yang baru saja saya berikan kepadanya beberapa menit yang lalu, telah terisi rangkaian kata-kata puitis. “AMAZING”, hebat, dahsyat, saya terpukau, saya terharu, sungguh. Orang seperti Holid yang notabene mesti hidup di hotel prodeo, bersemangat dan mampu merangkai kata-kata sepuitis itu.
Yang ditulis Holid bukan hanya sebuah puisi, ia juga menulis puisi-puisi lain di atas selembar kertas yang ia mintai kepada saya ketika puisi pertamanya rampung. “Wahai ukhti, engkaulah lapaz-lapaz hati….”, sampai di sini saya tak mampu bercakap lagi.
Keamazingan bukan hanya ditunjukkan Holid, tapi semua, seluruh siswa kelas musik Rumah Tahanan (Rutan) Anak Kebon Waru. Mereka semua sangat bersemangat ketika saya persilakan mereka memerkenalkan diri tanpa bersuara. Mereka berekspresi, menelurkan langkah yang merupakan presentasi dari sebuah ide yang cemerlang. Ada Toni yang memerkenalkan namanya lewat sebuah sobekan kertas yang ia tulisi “TONI”, ada Angga yang menggerakkan jemari tangannya menggambarkan rangkaian huruf yang menjadi pondasi nama besar yang disandangnya sedari kecil, dan ada pula Agus yang dengan manyun-manyun menggerakkan mulutnya, berusaha dengan susah payah untuk memberitahukan namanya pada kami. Cerdas.
Apa yang saya lihat dan rasakan saat baru beberapa menit berkomunikasi langsung dengan mereka, kontan memupus apa yang saya bayangkan sebelumnya. Dalam pikiran saya yang masih hampa, beberapa minggu bahkan di depan pintu rutan hari Kamis itu, yang saya bayangkan mereka adalah anak-anak yang nakal, menyebalkan, sulit diatur, dan menyeramkan karena badannya dipenuhi tatoo bak Tora Sudiro. Ya, meskipun ada beberapa orang dari mereka bertato, tapi hati mereka, sikap mereka, sangat ramah. Hati mereka tak seperti apa yang saya bayangkan, mereka remaja yang bisa bertutur lembut, baik bertutur lisan maupun tulisan. Buktinya, Holid, Agus, Aditya, Kiki, Heri, Oky, Agus, dan Santana, adalah anak-anak yang mau belajar merangkaikan kata-kata halus, menguraikan apa yang mereka pikirkan.
Ini Amazing, sungguh di luar apa yang saya pikirkan. Saya berterimakasih kepada mereka. Anak-anak yang walaupun berwajah kusam dan kumal, mau dan semangat untuk belajar menulis.
Sebelum kelas usai, kami membentuk lingkaran tak beraturan, menyanyi bersama, dari lagu pop jaman jadul, hingga dangdut masa kini. Agus yang terbilang paling cucok di antara mereka, lihai memainkan si alat petik. Semua pun bernyanyi.
Pukul 12 siang, kelas usai, seorang Holid mendekati saya,
“Teh, boleh minta kertas nggak?”
“ Buat apa?”, jawab saya
“Pengen nulis puisi, tapi buat di sel, entar hari Kamis, aku kasih ke Teteh puisinya”.
Ahh… rupanya mereka telah banyak belajar tentang kehidupan. Di balik segala keterbatasan, mereka masih mau berusaha untuk menulis, untuk belajar. Berbeda dengan saya yang masih menulis karena dikejar deadline.
Sungguh, mereka, amazing. (Dhika)

Kebonwaru, 25 Juni 2009


Pagi sebelum pendampingan hari ini, sempat terbersit kekhawatiran akan proses pembelajaran nanti. Kekhawatiran ini muncul dikarenakan sangat sedikitnya relawan yang bisa mendampingi. Sebagian besar relawan tengah disibukkan dengan agendanya masing-masing. Namun, kekhawatiran ini sirna saat kami berenam mulai kumpul dan berbincang-bincang diselingi canda di halaman Rumah Tahanan Kelas 1 Kebonwaru – Bandung.
Sekira jam sepuluh pagi, saya bersama Kang Dan, Zamzam, Ira, Oka, dan Anita telah memasuki ruang pendidikan. Anak-anak belum tampak satu orang pun. Setelah beberapa menit kami menunggu, barulah anak-anak berdatangan dan memasuki ruang pendidikan. Dan Zamzam mulai membuka kegiatan.
Selanjutnya, Anita memandu anak-anak dengan game ”Tupai dan Pohon”. Anak diminta berhitung 1, 2 dan 3. Anak-anak yang mendapat angka 1 dan 3 menjadi pohon. Mereka saling berhadap-hadapan dan saling berpegangan tangan. Sedangkan anak-anak yang mendapat angka 2 menjadi tupainya. Anita menyebut 3 kondisi yaitu, hujan, kebakaran dan ada pemburu. Bila Anita menyebut ”Hujan”, kelompok Tupai dan Pohon diam di tempat. Adapun bila Anita menyebut ”Kebakaran”, maka kelompok Pohon harus berpindah tempat. Sementara bila Anita menyebut ”Ada Pemburu”, maka kelopok tupai harus pindah tempat. Ruang pendidikan menjadi riuh dengan tawa dan celoteh anak dan para pendamping. Ternyata, game ”Tupai dan Pohon” telah dapat mencairkan suasana dan dapat memicu konsentrasi anak-anak.
Setelah game selesai, anak-anak kembali bergabung dengan kelompok minatnya masing-masing. Kelompok Musik ditemani Oka. Kelompok Kriya dipandu Ira. Kelompok Drama dibimbing Zamzam. Dan saya mesti menggantikan Maria dan Gilang menemani Kelompok Sastra. Sedangkan Anita, seperti biasa menginisiasi anak-anak yang baru masuk.
Di Kelompok Sastra, saya mencoba mengajak Ad (17 tahun), As (16 tahun), Cp (18 tahun) dan Jo (16 tahun) yang baru hari ini bergabung di kelompok Sastra, meneruskan secuil cerita yang saya sampaikan. Pertama-tama saya sampaikan sepenggal cerita. Lalu saya minta anak-anak untuk melanjutkan cerita tadi. Awalnya saya minta mereka menuliskan cerita minimal 1000 kata. Tetapi, dengan beberapa alasan saya turunkan menjadi 500 kata saja. Ternyata, sampai akhir kegiatan anak-anak agak kesulitan menulis cerita hingga 500 kata. Namun, saya sangat menghargai usaha mereka. Cerita mereka pun mulai beragam.
Sementara itu di sisi lain ruang pendidikan, Ira memandu anak-anak Kriya membuat rangka Wayang Karton. Setelah seminggu sebelumnya, Kelompok Kriya membuat desain wayang, sekarang mereka sedang membuat rangka wayang. Karton-karton yang telah digambar, digunting sesuai desain yang diinginkan. Tentu saja, gambar itu sudah termasuk gambar kaki, tangan dan lekuk-lekuk tubuhnya. Setelah digunting, karton-karton itu dilubangi sisi-sisinya. Barulah tubuh utama wayang dihubungkan dengan tangan dan kakinya menggunakan benang kasur. Sayang, kami tidak sempat menyediakan bambu-bambu kecil, yang semestinya diperuntukkan untuk rangka utama dan penguat pegangan wayang. Namun, hasil gambar dan polesan warna anak-anak Kriya ini sempat membuat saya terkesima. Keren...
Keriuhan lain terjadi pada kelompok Musik. Meski mereka belum menemukan harmonisasi, sehingga acapkali dianggap membuat bising semata. Tetapi, usaha mereka untuk terus berkarya perlu kita acungi jempol.
Sebenarnya ada beberapa cerita yang saya dengar dari beberapa anak. Tapi, maaf saya sedang agak malas untuk mengungkapkannya di sini. Terlebih ketika saya merasa terusik pada saat evaluasi setelah kami berada kembali di halaman Rutan Kebonwaru. Seringkali kami asyik berkutat dengan hard skill (keterampilan psikomotor) dan lupa dengan soft skill (nilai-nilai dan mental) yang semestinya harus lebih ditanamkan pada diri anak. Padahal kami sadar bahwa skill yang selama ini kami berikan hanyalah media untuk mengembangkan nilai-nilai positif dan mental yang baik.
Dalam pandangan saya, karena nilai dan mental itu sesuatu yang sulit kita ukur sehingga dalam proses pembelajaran dua aspek ini agak sulit mengukur tingkat keberhasilannya. Sejauh ini, kami baru bisa mengeksplorasi nilai-nilai yang ada pada diri anak dan mendialogkannya bersama mereka. Namun, hal ini tidak membuat kami patah arang. Sebenarnya, perkembangan nilai dan mental anak ini diikuti dengan beberapa treatment psikologi dan kontrol yang optimal. Sayang, karena keterbatasan sumber daya manusia, kami agak sulit melakukan dua hal tadi. Wallahu a’lam.. (izoel)