Hari ini, Selasa 5 Mei 2009, berbeda dengan kegiatan pendampingan sebelumnya yang biasa kami lakukan pada setiap hari Kamis, kami akan melakukan gladi resik untuk kegiatan pentas dan pameran karya anak-anak Rutan Kebonwaru yang direncanakan akan dilaksanakan pada 7 Mei mendatang. Anita membuka acara dengan sebuah simulasi sederhana. Setelah itu, anak-anak bergabung dengan kelompoknya masing-masing.
Semula, kami hanya akan bertemu dengan anak-anak Drama dan Musik untuk mengoptimalkan persiapan pentas. Ternyata, hampir semua anak mengikuti kegiatan kecuali 7 orang anak yang piket dan 7 orang lainnya sakit. Saya sempat bingung mengisi kegiatan di kelompok Kriya. Akhirnya, bersama Dadi teman baru dari STSI, saya mendampingi anak-anak Kriya untuk membuat komik.
Sementara itu, kelompok Musik menyiapkan diri ditemani Dhika dan Bram, Drama didampingi Yosti dan Sastra bersama Maria. Adapun Anita mendampingi anak-anak baru dan Zamzam menjadi sweeper.
Bagi saya, pentas dan pameran anak-anak Rutan ini adalah untuk kedua kalinya. Tahun kemarin kegiatan serupa diselenggarakan untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI. Sekarang kami menyiapkan pentas dan pameran untuk memperingati Hari Pendidikan Nasioanal, di samping sebagai ajang untuk unjuk kemampuan anak-anak rutan tentunya. Dalam pentas dan pameran ini, kami mengundang pihak-pihak dari luar rutan, seperti, mitra-mitra LSM, komunitas, instansi terkait, mahasiswa dan pers. Hal ini ditujukan agar anak-anak di rutan tidak merasa terisolasi dan mereka tetap mendapatkan apresiasi dari pihak luar.
Ketika, sebagian anak-anak didampingi para relawan menyiapkan pentas dan pameran, seperti biasa saya berbincang-bincang dengan beberapa orang anak. Saya bercerita bersama De (14 tahun), anak yang mesti mendekam di tahanan karena mengambil handphone tetangganya. Hampir setiap saya melakukan pendampingan dan menyapa De, ia selalu bilang,”Duh karunya domba… (Duh kasihan domba..)”. Sebelum masuk tahanan, setiap hari De mencari rumput untuk makan domba dan sapi yang dimiliki keluarganya. Ia mempunyai lebih dari 10 ekor domba dan 2 ekor sapi. Lumayan juga, kan? Sayang, De, anak petani ini, tergoda untuk mengambil HP tetangganya. Hari ini, De banyak bercerita tentang domba-dombanya itu, terutama keuntungan yang bisa keluarganya ambil dari penjualan seekor dombanya. Ia menceritakan semuanya dengan antusias dan wajah berbinar-binar. Sekali lagi De mengatakan,”Saya rindu domba-domba saya, Kak”. Ketika saya pertama kali bertemu dengannya, saya sempat mengajak ia berkhayal tentang masa depan. De mengkhayalkan dirinya kelak mempunyai suatu ranch luas berupa padang rumput dan perkebunan luas yang di dalamnya terdapat ratusan bahkan ribuan hewan-hewan ternak miliknya. Sebuah harapan yang sangat besar dan menyenangkan.
Selanjutnya, saya menyapa U (19 tahun). Menilik usianya, semestinya U tidak lagi tergolong anak. U mengaku sangat menyesal telah banyak merepotkan orang tuanya ketika ia masuk tahanan. Menurutnya, semenjak ia ditahan, ayahnya jatuh sakit dan hampir setiap minggu mesti check up. Padahal, ketika U masih di rumah, hampir segala hal yang ia butuhkan selalu terpenuhi. U menggambarkan di setiap pagi ia bisa menikmati makanan dan minuman yang cukup, bahkan sampai ia bisa gonta-ganti HP. Sayang, menurut pengakuan U, ia bergaul dengan teman-teman yang kerapkali mengajaknya berpesta minuman keras.
Kembali ke pentas dan pameran, sebenarnya penyelenggaraan dua kegiatan ini dalam rutan agak sulit. Di samping prosedurnya yang cukup berbelit, pelaksanaannya pun kurang optimal. Namun, sesederhana dan serumit apapun kegiatan tersebut, kami berusaha memberi ruang bagi anak berekspresi dan menampilkan kreativitas mereka meskipun mereka berada dalam ruang yang sangat terbatas. Sejauh apapun kesalahan anak, mereka masih tetap berhak menjalani proses tumbuh-kembang mereka secara normal, salah satunya mereka berhak mendapat ruang ekspresi dan apresiasi dari orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar di sini.
No SPAM ya.