Rabu, 15 April 2009

HATI YANG LUKA

Ku langkahkan kakiku yang tak pasti
Kemana arah yang kutuju entah kemana
Ku berjalan dengan hati yang luka
Ku menanti hati ini kembali
Ku menangis dalam hatiku ini
Kau lukai hatiku yang ini

Reff :
Apakah aku `kan s`lalu sendiri
Meratapi hati yang luka ini
Apakah aku `kan s`lalu sendiri
Menghabiskan waktu di sini










Waktu terus berjalan
Waktu terus berganti
Siang dan malam pun berganti
Tapi yang terlihat hanyalah jeruji besi
Mungkinkah lepas jeraan ini

Andai waktu bisa membuatku berarti
Mungkin saat ini
Hidupku tak penuh dengan teka-teki
Tapi hidupku belum usai
Masih ada waktu untuk membenahi yang telah terburai

(di atas ini adalah dua puisi karya anak-anak Rutan Kebonwaru yang sudah rampung digubah menjadi lirik lagu)

Senin, 09 Maret 2009

CERITA DALAM KERIUHAN

(Catatan pendampingan anak-anak Rutan kebon waru, 5 Maret 2009)

Sudah hampir dua minggu ini saya tidak menuliskan cerita tentang pendampingan di Rutan Kebon Waru. Semoga bukan karena semangat menulis saya yang menurun, hanya minimnya kesempatan saja yang membuat saya tidak menulis catatan pendampingan. Banyak cerita yang saya lewatkan untuk saya tuliskan. Tetapi, saat ini saya hanya ingin menceritakan pendampingan pada tanggal 5 Maret 2009.

Hari itu, tim kami bertambah personil. Meski beberapa kawan relawan dari UNISBA tidak bisa ikut mendampingi karena bentrok dengan kuliah atau aktivitas lain, kami dibantu teman-teman baru dari UPI dan UNPAD.

Tepat jam 10.00 WIB kami memasuki gerbang Rutan, melewati beberapa prosedur pemeriksaan. Kami tidak bisa mendokumentasikan kegiatan hari itu, karena kamera yang dibawa salah seorang kawan tidak lolos pemeriksaan. Ketika kami akan memasuki ruang pendidikan, nampak anak-anak sedang bermain bola voli di lapangan yang ada di tengah lingkungan Rutan. Melihat kedatangan kami, anak-anak bergegas menyiapkan diri dan satu-persatu memasuki ruang pendidikan.

Saya membuka acara dengan salam dan sapaan kepada anak-anak Rutan yang selama dua minggu tidak kami dampingi. Setelah itu, Yulia memberi kami sebuah game sederhana. Sayang, saya tak sepenuhnya bisa mengikuti game tersebut, karena saya harus menyiapkan beberapa perlengkapan seperti, kertas dan beberapa alat tulis.

Selanjutnya, anak-anak dibagi dua kelompok besar, Kelompok Kriya dan kelompok gabungan dari Kelompok Sastra dan Kelompok Musik. Kelompok Sastra dan Kelompok Musik sengaja digabungkan karena kami dibantu kawan-kawan dari Sastra Indonesia UPI, berencana membuat pementasan musikalisasi sastra. Teman-teman Kelompok Kriya dipandu oleh Ira dan kawan-kawan baru dari UNPAD. Sedangkan teman-teman Musik dan Sastra dipandu Yosti dan kawan-kawan dari UPI. Anita dan Yulia mendampingi anak-anak baru, adapun saya, Ilah dan Ova menjadi sweeper dan mencatat notulensi proses pendampingan.

Ira bersama teman-teman di kelompok Kriya berencana membuat Majalah Dinding (mading). Ira mengeksplorasi pengetahuan teman-teman tentang media dan menjelaskan beberapa hal tentang media, khususnya media cetak. Selanjutnya, teman-teman Kriya merumuskan nama Mading yang akan dibuat. Kemudian, teman-teman menetapkan pembagian tugas di antara mereka dalam pembuatan mading. Dan terakhir, teman-teman Kriya mencoba membuat contoh setting lay-out mading dengan menempelkan kliping-kliping koran.

Sementara itu, teman-teman Musik dan Sastra membuat perencanaan dari keseluruhan kegiatan persiapan pentas musikalisasi sastra. Yosti memandu teman-teman dengan sebuah simulasi perkenalan dan pembagian kelompok. Teman-teman Musik dan Sastra dibagi ke dalam tiga kelompok kecil berdasarkan ketertarikan anak-anak.

Seperti pada kegiatan pendampingan yang lalu, anak-anak musik selalu membuat ruangan agak gaduh. Maklum ruang pendidikan itu sebenarnya tidak cukup menampung sekira 60 orang yang sedang berkegiatan ini. Kami sangat berharap ada ruangan lain yang lebih luas yang bisa digunakan untuk kami berkegiatan, khususnya bagi teman-teman kelompok Musik.

Tidak semua anak ikut kegiatan secara penuh, selalu saja ada anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan. Maka, dalam tim kami ada yang melakukan tugas sebagai sweeper. Tugasnya mendekati dan mengajak bercerita anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan dan berada di luar kelompok. Hal ini kami lakukan agar semua anak dapat kami pegang dan kami awasi perilakunya. Di samping itu, kami dapat menghimpun cerita-cerita dari mereka. Namun karena keterbatasan relawan dan sedikit sekali anak yang mau bercerita secara terbuka, seringkali aktivitas inipun kurang berjalan efektif.

Saya ikut ‘nimbrung’ bersama Ova yang sedang bercerita sambil bercanda dengan beberapa anak yang berada di luar kelompok. Beberapa orang di antara anak-anak itu tampak gembira karena tinggal dalam hitungan hari mereka dapat menghirup udara luar, alias bebas. J (15 tahun) misalnya, ia akan bebas 5 hari lagi. Ia berencana meneruskan sekolah di kelas X yang terhenti karena ia harus meringkuk di tahanan. Ia pun bertekad akan membantu kedua orang tuanya yang mempunyai warung di dekat mal Paris Van Java (PVJ), Bandung. Ia sangat antusias dan ceria menceritakan semua rencananya itu.

Demikian juga dengan Den (16 tahun) yang sumringah menyambut kebebasannya seminggu lagi. Ia yang ditahan karena kasus penjambretan ini, berencana meneruskan sekokahnya. Meski ia menyesal karena pihak sekolah lamanya tidak mau menerimanya kembali, ia akan pindah ke sekolah lain atau mengambil paket C.

Sementara itu, De (16 tahun) nampak dingin menyambut hari kebebasannya. Boleh jadi karena sipatnya yang agak pendiam. De seperti dua orang temannya tadi, akan melanjutkan sekolahnya. Saya dan Ova mencoba men-support mereka dan memberi mereka beberapa masukan. Tak lupa kami menyarankan mereka bila telah keluar dari tahanan untuk tak ragu-ragu mampir ke basecamp Kalyanamandira di Kliningan, Buah Batu. Hal ini dilakukan agar kami masih dapat berkomunikasi dengan anak-anak yang sudah bebas.

Mendengar harapan dan rencana dari ketiga orang anak tadi, saya merasa gembira karena masih mempunyai keluarga dan rencana hidup yang cukup baik. Sayang, tidak banyak anak-anak Rutan mempunyai harapan dan rencana yang jelas. Sebagian dari anak-anak ini lari atau malah ’dibuang’ dari keluarganya. Atau mereka yang berlatar keluarga miskin yang memaksa mereka untuk bekerja atau pergi dari rumah. Anak-anak seperti ini rentan untuk kembali melakukan tindak kriminal.

Dengan segala cerita dan kenyataan yang saya temui di Rutan, kadangkala saya berpikir bahwa saya tidak banyak memberikan kontribusi bagi anak-anak ini. Saya hanya bisa menatap mereka dan menemani mereka bercerita dengan ’sungkan’. Tak banyak yang berubah. Tapi, saya sadar perubahan itu tidak bisa datang seperti membalikkan telapak tangan. Perubahan itu butuh waktu. Ketika kita melakukan proses perubahan itu saja hasilnya lambat kita rasakan. Apalagi kalau kita hanya diam atau sekedar merasa cukup dengan ungkapan simpati. Perubahan butuh langkah-langkah nyata dan strategis. Dan kita tidak bisa melakukannya sendirian. Wallahu a’alam..

Selasa, 24 Februari 2009

Ups..

Banyak hal dalam hidup kita yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, seperti takdir kehidupan yang tidak diminta oleh umat manusia. Pendampingan anak dan komunitas yang sedang saya geluti sekarang ini merupakan salah satu hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya yang kurang bagus dalam komunikasi mesti pintar-pintar beradaptasi. Dan saya yang berlatar belakang budaya agamis fanatik yang cenderung homogen mesti berhadapan dengan komunitas dan anak-anak yang beragam.
Di rumah tahanan Kebon Waru, saya harus sabar mendengarkan cerita anak-anak yang acapkali sangat bertentangan dengan latar di mana saya lahir. Saya mesti mendengar cerita kronologis penahanan anak, tindak kriminalitas yang telah mereka lakukan, sampai mesti mendengar mirisnya masa depan mereka karena jauh dari orang tua atau kemiskinan. Semuanya harus saya perhatikan dengan teliti dan penuh simpati. Sebuah perilaku yang sebenarnya sulit saya lakukan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu saya mulai belajar banyak hal.
Hari itu 5 Februari 2009, saya bersama dengan Zamzam, Dewi, Yulia dan Oka melangkah masuk ke pelataran aula tempat kegiatan pendampingan bagi anak-anak di Rutan Kebon Waru, biasa kami selenggarakan. Yulia mulai membuka kegiatan dengan simulasi sederhana. Dengan tawa sedikit tertahan, anak-anak dan kami mulai lebur dalam kegiatan ini.
Selanjutnya, anak-anak bergabung dengan kelompoknya masing-masing. Saya memandu anak-anak kelompok Kriya untuk membuat gambar citra diri masing-masing. Agak sulit menjelaskan maksud dari citra diri itu kepada mereka. Terbukti dengan masih kelirunya mereka dalam mengerjakan tugas tersebut. Di sinilah saya diuji untuk tidak menjatuhkan mental anak-anak dengan tidak menyebut mereka salah. Sayang, hal itu suatu yang amat berat bagi saya. Ungkapan itu sekonyong-konyong muncul dari mulut saya kepada beberapa anak yang keliru dalam menggambar. Hal inipun baru saya sadari ketika Zamzam mengingatkan tentang kesalahan saya dalam menyikapi mereka. Sesaat saya sempat tertegun dengan kejadian itu. Tapi, saya kembali berdialog dengan beberapa anak dengan beberapa candaan kecil.
Ada beberapa cerita yang telah menginspirasi coretan saya ini. Banyak hal yang terjadi di luar bayangan kita sebelumnya. Hal itu terjadi pada R (17 tahun), seorang anak yang tinggal di lereng gunung Manglayang. Mungkin semula ia hanya berniat menghalau anjing-anjing pemburu yang lewat di sekitar rumahnya. Tetapi karena pemilik anjing-anjing itu marah sehingga ia berkelahi dengannya sampai si pemilik itu luka-luka, akibatnya R harus mendekam di tahanan.
Demikian juga dengan yang dialami oleh D (17 tahun). Anak yang berasal dari Ciwastra ini, harus ditahan karena ia bersama temannya tertangkap basah menjambret tas milik seorang pengunjuang Metro Trade Centre (MTC). Sayang, D melakukan perbuatan ini dalam pengaruh narkoba yang sering ia dan teman-temannya konsumsi.
Boleh jadi cerita E (17 tahun) ini lebih beralasan hingga ia harus mendekam ditahanan. Mungkin kasusnya sederhana karena ia tertangkap bersama teman-temannya dalam sebuah tawuran antar geng motor. Tetapi, ada hal yang agak berat yang sering ia lakukan, yaitu, menjadi pemakai sekaligus pengedar narkoba di antara teman-temannya di sekolah.
Banyak cerita yang saya himpun dalam pendampingan ini. Dan sebagian besar terjadi di luar perkiraan kita, bahkan si pelakunya sendiri. Bilakah kesalahan itu terjadi pada anak atau keluarga kita sendiri, adakah ruang pengampunan dan pemafhuman bagi si pelaku? Sayang, acapkali anak-anak ini lebih banyak mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Jangankan mendapat perlakuan yang adil, sebutan ‘anak nakal’ atau ‘anak jahat’ telah mendiskreditkan mereka. Masih terbentang permasalahan yang mesti dihadapi anak-anak yang berkonflik dengan hukum, dan mereka tidak bisa menghadapinya sendirian. Wallahu a’alam…

Minggu, 01 Februari 2009

MEMULAI CERITA BARU

(Catatan pendampingan anak Rutan Kebon Waru, 29 Januari 2009)

Mungkin benar kata orang, memulai sesuatu yang baru itu selalu terasa berat. Itu juga yang aku rasakan ketika mulai kembali mendampingi anak-anak di Rutan Kebon Waru, setelah sebulan lebih aku tidak mendampingi mereka. Hari ini, aku merasa berat sekali untuk menyiapkan diri untuk pergi mendampingi anak-anak. Sampai jarum jam menunjuk angka 09.30 aku belum beranjak dari depan monitor komputer. Barulah aku mandi ketika Zamzam keluar dari kamar mandi sekira pukul 09.35.

Jam 09.50 aku berangkat ke Rutan Kebon Waru dibonceng Zamzam yang sudah hampir 3 minggu ini mempunyai motor baru. Sesampainya di depan Rutan, belum satu orang pun pendamping yang datang. Sementara Zamzam kembali lagi ke Kliningan untuk menjemput Oka yang tadi masih nampak terlelap dalam mimpi. Aku coba telepon beberapa orang pendamping. Hanya Mayene yang menerima teleponku, tapi ia menyatakan tidak bisa datang karena harus menemani kakaknya yang baru saja melahirkan. Jawaban ketidak hadiran beberapa pendamping baru aku dapatkan dari Wilda yang datang bersama seorang temannya – Asti, mahasiswi Teknik Lingkungan ITB – beberapa menit kemudian. Sebelumnya, Ira datang dengan senyum khasnya. Baru setelah itu, Zamzam dan Oka melengkapi tim kami. Sebenarnya, kami masih menunggu Dewi yang mengabari akan datang telat. Tapi, jarum jam sudah mendekati pukul 10.00, kami harus segera masuk.

Tepat pukul 10.00 kami memasuki gerbang Rutan. Setelah melewati beberapa pemeriksaan, akhirnya kami sampai di Ruang Pendidikan Rutan Kelas 1 Kebon Waru Bandung. Di sana, anak-anak telah menunggu kami. Aku mulai menikmati aura kedekatan bersama mereka. Sayang, kami tidak bisa mengabadikan kegiatan pendampingan hari ini, kamera Wilda yang dalam beberapa minggu ini sering digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan, tidak diperbolehkan untuk kami bawa masuk.

Zamzam mulai membuka kegiatan dengan salam pembuka dan sebuah simulasi sederhana. Selanjutnya, anak-anak berkumpul dalam kelompok Kriya, Sastra dan Musik. Aku dan Ira mendampingi anak-anak Kelompok Kriya. Zamzam dan Oka memandu anak-anak Kelompok Musik. Wilda dan Asti menemani anak-anak Kelompok Sastra. Sedangkan, Dewi yang datang terlambat, menjadi sweeper dan mengumpulkan surat-surat anak yang akan dikirim ke keluarga mereka.

Di Kelompok Kriya, Ira mulai menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan hari ini. Anak-anak Kriya akan membuat gambar citra diri. Anak-anak diminta untuk menggambar diri mereka dan menjelaskan fungsi dari seluruh anggota badan satu-persatu. Aku bagikan kertas, pensil dan pensil warna, anak-anak pun mulai menggambar.

Di Kelompok Sastra yang sekarang sekaligus meng-handle anak-anak baru, para pendamping meminta anak-anak untuk menuliskan cerita atau kenangan terindah mereka. Kegiatan ini memang sering dilakukan di masa awal anak masuk Rutan agar anak-anak bisa diarahkan pada hal-hal yang positif.

Adapun di Kelompok Musik yang telah banyak ditinggalkan anak-anak lama, kembali melakukan perencanaan kegiatan. Seperti biasanya, Kelompok Musik selalu lebih gaduh dibandingkan dua kelompok lainnya. Dengan kondisi ruangan yang sangat terbatas, acapkali kegaduhan ini mengganggu anak-anak di kelompok lain. Andai saja tiap kelompok anak ini diberi ruang dan fasilitas masing-masing..

Meski sudah hampir setahun aku ikut mendampingi anak-anak di Rutan Kebon Waru, tetap saja aku harus kembali beradaptasi dengan kondisi hari ini. Boleh jadi karena aku seorang pelupa dan kurang lancar dalam berkomunikasi, sehingga seringkali aku bengong dan terbata-bata dalam pergaulan. Hari ini, aku agak kebingungan untuk memulai dari mana dalam mendampingi. Aku mulai merasa ’mencair’ ketika anak-anak mulai menggambar dan aku coba mengobrol dengan beberapa orang di antara mereka.

Sebelumnya, aku meminta seorang anak kelompok Kriya bernama To untuk mencatat teman-temannya yang hadir. Aku pun menanyakan keadaan To. Ia beruntung karena sering dibesuk oleh keluarganya, termasuk pada hari ini. Sehingga To tidak bisa mengikuti kegiatan secara penuh karena ia mendapat kunjungan dari keluarganya. Sayang, dibalik keberuntungannya ini, menurut cerita yang didapat oleh Dewi temanku, To seringkali menjadi korban pelecehan seksual beberapa tahanan lain. Sebuah cerita yang cukup membuat dadaku sesak.

Aku pun sedikit bercakap-cakap dengan Ju salah seorang anak Kriya. Sebelum masuk tahanan, Ju bekerja di sebuah toko mas milik kerabatnya di kawasan Kosambi Bandung. Ketika pulang liburan jelang Lebaran 1429 H, kakaknya mengajaknya mengambil kayu Rasamala di hutan lindung dekat kampungnya di daerah Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat. Tak banyak yang Ju dan saudaranya tebang, hanya satu batang pohon saja. Tapi sayang, mereka tertangkap basah oleh para polisi hutan. Akhirnya, Ju harus ikut meringkuk di tahanan bersama kakaknya. Masa tahanan Ju tinggal 2 bulan lagi. Dan ia berencana kembali bekerja di toko mas kerabatnya kembali. Dalam hati, aku merasa lega kalau anak-anak Rutan yang lain mempunyai rencana hidup selepas bebas seperti Ju. Namun, lebih banyak anak yang tidak jelas arah kehidupannya. Banyak di antara mereka tidak mempunyai keluarga sehingga harus kembali ke jalan, bahkan melakukan kejahatan.

Kenyataan tadi ternyata dialami oleh De, anak yang baru saja masuk mengikuti kegiatan kami. Sebenarnya, De adalah anak yang 2-3 bulan lalu pernah masuk Rutan dan telah bebas. Sayang, ia kembali mencuri aki mobil dan tertangkap. Aku sempat merasa sangat sedih ketika dahulu De bersama dua orang temannya pertama kali masuk Rutan. Tiga orang anak asal Nagreg, Kabupaten Bandung yang bertampang lugu ini, awalnya bekerja mengangkut tanah liat untuk bahan bata merah. Namun, karena mereka hanya dibayar Rp. 7500,- saja sehari dengan beban kerja yang sangat berat, mereka berganti profesi. Sayang, pilihan profesi mereka yang baru itu adalah mencuri besi. Alhasil ketiganya ditangkap dan mesti mendekam di tahanan selama hampir empat bulan. Dan sekarang, De untuk kedua kalinya mesti masuk tahanan dengan kasus yang sama. Sebuah kenyataan yang semakin membuat hatiku miris. Ternyata negara hanya bisa menghukum anak-anak miskin dan tidak bisa menjamin kehidupan mereka.

Tiga cerita anak di atas agaknya cukup memberikan gambaran kepada kita bahwa masih banyak yang harus masyarakat lakukan bagi anak-anak, termasuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Tahun 2009 ini sepertinya tak akan memberi banyak cerita baru yang dapat memberi kita harapan. Umbar janji para politisi dari mulai pamflet hingga iklan di televisi dengan anggaran milyaran rupiah, nyaris tidak pernah menyinggung bagaimana anak-anak kita harus terjamin segala haknya. Anak-anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak-anak kita juga yang memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain. Alih-alih mendapat perhatian dan penanganan yang baik, ternyata anak-anak hanya menjadi komoditas politik. Dan Rutan pun menjadi salah satu ajang pertarungan para politisi meski memang terkesan diam-diam. Wallahu a’lam.

Jumat, 30 Januari 2009

kami, dan tenaga kami.

Pendampingan kali ini dimulai dengan hari yang sepi, dimana saat itu yang datang baru Kang Rizal dan Ka Ira. Wilda dan temannya baru datang beberapa saat kemudian. Tidak lama, Kang Zamzam juga datang bersama Oka. Kami pun menanti kedatangan teman-teman yang lain, kabarnya paling tidak. Tapi beberapa diantaranya belum memberi kabar, maka kami memutuskan untuk masuk duluan.

Ruangan sudah dipenuhi anak-anak saat kami masuk. Mereka masih saja duduk duduk seperti biasa, sambil sesekali Ka Ira dan Kang Rizal mengajak mereka bercanda atau sekedar menyapa mereka. Kemudian, pendampingan ini pun dibuka oleh Kang Zamzam, dengan Icebreaking games berupa "asem-asem" dan senam ringan. Disaat suasana sudah mulai cair, seperti biasa kami membagi anak ke dalam kelompok-kelompok kecil.

Kelompok musik kini didampingi oleh Kang Zamzam dan juga Oka, kelompok musik tidak dibagi lebih kecil lagi seperti sebelumnya. Target kami untuk mendampingi 5-6 orang bagi setiap pendamping rupanya belum bisa tercapai. Rangkaian lagu-lagu terdengar riuh rendah di ruangan ini.
Begitu pula dengan kelompok kriya, yang kegiatannya kali ini membuat gambar "citra diri" beserta fungsi-fungsi organ tubuh manusia. Oleh Ka Ira dan Kang Rizal, anak diajarkan lebih open minded akan rupa-rupa fungsi organ tubuh dirinya. Selanjutnya gambar tersebut diwarnai sesuka mereka.
Lain lagi dengan kelompok tulis menulis, yang kini lebih banyak anggotanya. Maklum, anak yang baru masuk kali ini dipersilahkan ikut kegiatan tulis menulis dulu, dengan harapan mereka bisa menapaki kegiatan ini dengan terlebih dahulu membuka diri. Wilda yang ditemani Nasti mendampingi anak bergantian, suasana terasa lebih kondusif, terlebih anak-anak ini kooperatif terhadap pendamping.

Di sela-sela kegiatan ini, kami mempersilahkan bagi anak-anak yang mau menitipkan surat untuk keluarganya atau menitipkan sms agar ditulis dan diberikan pada kami untuk kemudian akan kami kirimkan. Beberapa anak yang baru tau akan hal ini antusias sekali, ada yang segera minta kertas dan alat tulis kemudian cepat-cepat menulis, ada pula yang ingin menulis namun tidak tau alamatnya.. ah, seandainya saja hal itu pun bisa terbantu..

Selesai, kegiatan pendampingan ini selesai dengan terdengarnya adzan dan lonceng rutan yang seakan sudah siap menjemput anak-anak menuju kegiatan dan rutinitas mereka selanjutnya.
Kami, para pendamping hanya memiliki sepersekian waktu dari jenuhnya kegiatan mereka selama seminggu ini. Semoga saja tenaga yang kami keluarkan ini tidak percuma dan bermanfaat bagi mereka kelak..